Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Filosifi Nandurin Karang Awak (Menanami Diri)

Filosofi Nandurin Karang awak

Filosofi Nandurin Karang Awak, pertama kali saya dengan dari Bapak I Nyoman Wenten, S. Pd. Kabid Dikdas Dikpora Kab. Jembrana. Beliau mengatakan intinya, "Jika kita tidak punya sawah/tanah  untuk menanam, maka tanamilah diri kita dengan ilmu."

Mendengar hal itu, saya jadi tertarik untuk mengulas filosofi ini. Dikutip dari Kompas.com, Filosofi ini terdapat pada sebaris kalimat Geguritan (puisi) yang berjudul Selampah Laku karya seorang pendeta sekaligus sastrawan asal bali yang bernama, Ida Pedanda Made Sidemen. Nandurin berarti mengolah atau menanam, karang berarti tanah, dan awak berarti diri sendiri. Nandurin Karang Awak merupakan ucapan sang penyair kepada istrinya, ketika akan memulai perjalanan hidupnya.

"Beline mangkin, makinkin mayasa lacur, tong ngelah karang sawah, karang awake tandurin, guna dusun, ne kanggo ring desa-desa," petikan puisi Ida Pedanda Made Sideman.

Syair itu berarti, "Sejak sekarang, aku bersiap menjalani hidup dalam kesederhanaan, tidak punya kekayaan tanah sawah, pekarangan badan-lah yang kutanami, kesahajaan dan pengetahuan para orang sederhana, yang dipegang di desa-desa."

Melalui syairnya ini, Ida Pedanda Made Sidemen mengajak setiap pembacanya untuk melihat ke dalam diri sendiri dan tidak lagi menoleh ke mana-mana dalam memulai hidup yang bersahaja.

Dari filosofi ini, kita dapat belajar, bahwa kita tidak boleh berkecil hati atau patah semangat jika kita tidak mempunyai harta, karena harta yang paling berharga sejatinya adalah diri kita sendiri. Jika kita tidak bisa bercocok tanam, karena tidak memiliki tanah atau sawah, maka tanamilah dirimu dengan ilmu dan keterampilan, sehingga bisa menghasilkan sesuatu.

Sejatinya filosofi ini telah banyak diterapkan oleh orang-orang di Bali, salah satunya oleh orang tua saya. Kedua orang tua saya berprofesi sebagai petani, namun mereka tidak mempunyai sebidang tanahpun. Mereka terpaksa bekerja dengan sistem nyakap (mengolah tanah orang lain dengan sistem bagi hasil). Hal ini dilakukan hingga saat artikel ini ditulis. 

Kedua orang tua saya merupakan orang yang sederhana. Mereka menerapkan filosofi nandurin karang awak kepada saya. Ayah saya pernah berkata, "Karena kita tidak punya tanah untuk bertani, maka sekolahlah agar kamu punya bekal hidup." Ini berarti saya harus mengisi diri saya dengan ilmu, agar saya dapat menjalani hidup yang lebih baik. 

Melalui perjuangan yang tidak mudah, bahkah tertatih-tatih, akhirnya saya dan adik saya mampu meraih gelar Sarjana. Sekarang kamipun sudah menjadi guru di sekolah dasar. Saya sangat bersyukur mempunyai orang tua dan keluarga yang selalu mendukung kami untuk mengisi diri, hingga jadi seperti sekarang.

Jadi bagi sahabat yang tidak punya harta, tanah ataupun sawah, janganlah patah semangat. Teruslah belajar. Isilah diri dengan ilmu, maka suatu saat ilmu itu pasti akan berbuah dan bisa menjadi bekal kita dalam menjalani kehidupan ini.

Salam Nandurin Karang Awak.

Sumber: https://entertainment.kompas.com/read/2011/10/06/21183820/Sidemen.Inspirasi.Sekaliber.Gus.Dur.dan.Rendra.
I Wayan Ardika
I Wayan Ardika Saya adalah Seorang Guru Sekolah Dasar yang bertugas di Kab. Jembrana, Bali. Melalui Blog ini, saya ingin terus belajar sambil berbagi.